Koran Kompas, Sabtu 18 Oktober 2014
Profil Zunianto :
♦
Lahir: Temanggung, Jawa Tengah, 14 Juli 1979
♦
Pendidikan: SMA Bopkri 2 Yogyakarta
♦
Istri: Ermah Yuliawati (28)
♦
Anak: -
Yazid Maulana Irszad (11)
-
Asrilia Choirunnisa (9)
-
Ellia Fairuzi Choirunnisa (5)
-
Prawira Nata Kesuma (6 bulan)
SETELAH
13 tahun berkarier di hotel dan menjadi ”front office manager”, Zunianto (35)
justru memilih meninggalkan semuanya demi Posong, kawasan di lembah Gunung
Sindoro, tepatnya di Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Jawa
Tengah. Setelah lima tahun lalu dibuka sebagai tempat wisata, Posong menjadi
obyek yang dikunjungi ratusan ribu wisatawan per tahun.
Posong adalah obyek wisata alam yang
menampilkan pemandangan matahari terbit di antara tujuh gunung, yaitu Gunung
Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Andong, Merapi, Merbabu, dan Muria. Wisata alam Posong semacam gardu pandang, dari lereng Sindoro.
Dari sini kita dapat melihat hamparan luas wilayah Temanggung yang
berada di kaki gunung Sindoro-Sumbing. Udara sejuk,
hutan, dan panorama lekuk liku Gunung Sindoro yang terlihat begitu jelas
melengkapi pesona Posong.
Posong memikat hati Zunianto sejak
2008. Hal itu berawal dari rutinitas pekerjaannya di hotel yang kerap
mengharuskannya pulang pada dini hari. Suatu kali, dia tercengang melihat
pemandangan matahari terbit yang indah dari kawasan Posong. Penasaran, dia pun
mencari jalan menuju kawasan itu.
Matahari Terbit di kawasan Wisata Alam Posong
Begitu menemukan jalan dan lokasi
terbaik menikmati keindahan matahari terbit, Zunianto pun mengabadikan semuanya dengan kamera. Sebagian hasil jepretannya itu dia
pajang di lobi hotel dan menarik perhatian sebagian tamu hotel. Mereka pun minta
diantarkan ke Posong. Jadilah Zunianto sebagai pemandu para tamu. Dia membawa
mereka melewati jalan yang berbatu-batu dan sempit.
Kendala yang dihadapi dalam membawa rombongan adalah tidak ada toilet di
Posong, sempitnya jalan. Oleh karena itu, sebelum sampai di lokasi, rombongan biasanya mampir
dulu ke toilet umum terdekat. Kegiatan mengantar rombongan ini terus berlanjut
sampai dia berhenti bekerja di hotel.
Karena minat wisatawan ke Posong cukup
besar, maka Zunianto mengajak teman-teman dari kelompok pencinta alam
Desa Tlahab, untuk bersama-sama mengelolanya. Dari 63
orang bergabung, seiring berjalannya waktu hanya 13 orang yang bertahan. Mereka lalu merancang rencana jadwal
perjalanan ke Posong yang dapat dinikmati dalam satu paket desa wisata,
termasuk menampilkan potensi desa lain. Alhasil, ketenaran Posong pun terdengar
hingga ke jajaran Pemerintah Kabupaten Temanggung.
Lalu, kelompok Jogoreso diminta membuat
proposal permohonan bantuan dana untuk pengembangan Posong. Mereka mengajukan
rencana serta permintaan dana melalui Pemerintah Desa Tlahab. Dana itu digunakan untuk membangun sarana pendukung,
seperti toilet, area parkir, dan perbaikan akses jalan.
Kelompok Jogoreso pun semakin intens
menjaga Posong. Awalnya, selama setahun, tak ada tiket yang harus dibayar pengunjung.
Setelah itu, barulah mereka menetapkan tiket parkir Rp 3.000 per kendaraan, pendapatan ini digunakan untuk biaya
operasional. Seiring berjalannya waktu Pemerintah Desa Tlahab ingin
terlibat dalam pengelolaan Posong. Kemudian Pemerintah Kabupaten Temanggung mengalokasikan dana untuk pembangunan Posong. Meskipun banyak warga yang mencibir, ragu, bahkan curiga Zunianto tetap fokus pada rencana awalnya tanpa memperdulikan cemoohan para warga. Toh, dana tersebut akan digunakan untuk kepentingan dan kemajuan kawasan wisata Posong.
Akhirnya Pemerintah kecamatan dan desa pun
memutuskan Posong sebagai badan usaha milik desa. Menjadi direktur obyek wisata baru
membuat Zunianto harus meluangkan lebih banyak waktu untuk melatih anak buahnya
yang semula berprofesi sebagai petani, tak bisa berbahasa Inggris, dan umumnya
lulusan SMP. Maka Zunianto mengajari dan memotivasi mereka
untuk mempelajari semuanya dari nol. Dia juga berbagi dengan mereka
tentang berbagai hal, karena kawasan Posong dan
area sekitarnya sering menjadi tempat kegiatan luar ruang (outbound), karyawan
pun diajari beragam permainan yang kerap diterapkan pada kegiatan tersebut. Kemahiran melakukan berbagai permainan,
diakui Zunianto, dipelajari secara otodidak.
Meskipun awalnya berhenti
bekerja di hotel merupakan keputusan paling sulit yang pernah ia ambil, namun setelah ia jalani sekarang hasilnya malah lebih memuaskan. Zunianto bisa menjadi guru untuk karyawannya, berpikir kreatif dan inofatif. Serta selalu memberikan motivasi kepada karyawan-karyawannya.
1 komentar:
tks mbak
Posting Komentar