Koran Kompas, Selasa 21 Oktober 2014
Profil Heni Wardatur Rohmah :
♦ Lahir: Rembang, 27 Februari 1977
♦ Pendidikan: S-1 Jurusan Teknik
Bangunan Universitas Negeri Yogyakarta
♦ Suami: Nuradi Indra Wijaya (39)
♦ Anak:
- Syakira Dirany Wijaya (12)
- Nayahani Imara Wijaya (8)
♦ Organisasi: Sekretaris Forum TBM
Daerah Istimewa Yogyakarta
♦ Penghargaan:
- TBM Kreatif Rekreatif dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012
- Juara II Apresiasi Pendidik Tenaga
Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Tingkat Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2013
- Anugerah Pustaka Bhakti Tama dari
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011
- Juara I Lomba Bercerita Tingkat
Daerah Istimewa Yogyakarta
TIDAK ingin keluarga kecilnya saja
yang menikmati buku-buku bacaan yang bagus, Heni Wardatur Rohmah (37)
meminjamkan koleksi buku di perpustakaan keluarganya kepada sekolah-sekolah yang
membutuhkan. Koleksi buku bacaan itu ia pinjamkan secara bergantian ke
sekolah-sekolah, sekaligus membagikan rak-rak buku untuk penataan buku. Dari
sekolah, gerakan literasi yang digagas keluarga Heni menyebar ke para petani
dan peternak di daerah Yogyakarta.
Heni memang gemar membaca buku dan dia
ingin menurunkan kecintaannya pada buku kepada buah hatinya. Ketika hamil, dia
sudah berburu buku anak-anak dan dengan rajin ia membacakan buku-buku yang telah ia beli kepada buah hati di dalam kandungannya. Suami tercinta, Nuradi Indra Wijaya sangat mendukung kegemaran Heni dan anak-anaknya. Tanpa
terasa, buku anak-anak dan novel yang dikoleksinya terkumpul 600 eksemplar. Lalu timbul keinginan
supaya koleksi perpustakaan keluarga itu bisa dimanfaatkan orang lain. Setelah mendatangi beberapa sekolah
dasar di Kabupaten Sleman, keluarga ini memutuskan untuk meminjamkan koleksi
buku mereka kepada sekolah-sekolah. Mereka prihatin karena umumnya sekolah
tidak memiliki buku bacaan bermutu yang menarik minat anak-anak. Karena, kegiatan di
perpustakaan sekolah belum mampu memancing minat anak untuk mencintai buku.
Kegiatan Heni dan keluarganya yang
membantu perpustakaan sekolah-sekolah menarik perhatian pemerintah daerah setempat.
Setelah kegiatan itu berlangsung selama enam bulan, perpustakaan daerah di
Kabupaten Sleman menghadiahkan 1.000 buku untuk menambah koleksi buku yang ada. Dengan adanya sumbangan sepeda motor keliling
dari Pemerintah Kabupaten Sleman dan dukungan sejumlah relawan, sepeda motor
keliling yang membawa buku-buku bacaan tersebut menjangkau masyarakat yang
selama ini mengalami keterbatasan akses terhadap beragam buku bacaan. Heni pun semakin terpacu untuk bisa
berbuat lebih banyak. Keinginan berbagi ini membuat Heni terus mengembangkan
berbagai program yang membuat orang suka membaca dan merasakan manfaat dari
beragam buku bacaan yang disediakan TBM Mata Aksara, yang didirikan di lingkungan rumah mereka.
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan anak-anak
hingga orang dewasa, seperti ibu-ibu atau bapak-bapak, termasuk pula para
petani dan peternak, tidak lagi sebatas membaca buku. Kehadiran Badrudin HAMF (paman dari Hani) , yang akrab disapa Mbah Bad, membuat TBM ini bisa memudahkan
para petani dan peternak yang membutuhkan ilmu-ilmu praktis yang ada dalam buku. Pelestarian budaya tradisional juga
berkembang di TBM Mata Aksara. Ada beragam permainan tradisional yang mulai
asing di kalangan anak-anak disediakan dan dibiasakan untuk dimainkan kembali.
Permainan tradisional seperti dakon, egrang, bakiak, karet, kelereng, dan sodo
pada akhirnya kembali akrab dengan anak-anak.
Tembang dolanan anak pun
diperkenalkan untuk membangun kebersamaan, kekompakan, dan persaudaraan. Lewat
kegiatan ini, anak-anak mengenal aneka pesan dan nasihat positif ketika
melantunkan tembang Ilir-ilir, Jaranan, dan sebagainya. Demikian
juga dengan kegiatan membatik.
Keunikan di TBM Mata
Aksara adalah terdapat rumah pohon yang dibangun di atas pohon mangga yang
tingginya 3 meter. Yang dijadikan anak-anak sebagai tempat
berkumpul seusai pulang sekolah atau saat libur sekolah. Meskipun TBM ini
digagas ia dan keluarganya, pengembangan aktivitas di sana berbasis partisipasi
dari pengunjung dan anggota supaya memunculkan kedekatan emosional sehingga ada
rasa memiliki.
Beragam kegiatan kreatif silih
berganti dimunculkan TBM Mata Aksara untuk memberdayakan masyarakat. Program
Dari Buku Menjadi Karya merupakan salah satu nilai plus di TBM ini. Kegiatan
yang dikembangkan selalu dikaitkan dengan buku, bersumber pada buku, dan
mempraktikkan teori dalam buku. Saat hadir di Festival TBM di
Kendari, Sulawesi Tenggara, stan TBM Mata Aksara mampu menarik
perhatian pengunjung. Foto-foto kegiatan mereka, seperti bertani, berternak
ikan lele, pembuatan kompos dan dekomposer, hingga beragam keterampilan tangan,
pun dipajang. Hal itu untuk membuktikan bahwa buku-buku yang dibaca setiap
orang tidak akan sia-sia, selalu bisa memacu timbulnya karya nyata. Mbah Bad merasakan betul betapa sulitnya
menjadi petani yang hanya mengandalkan pupuk kimia dan pakan ternak atau ikan dari
pabrik. Namun, ketika dia mendapatkan ilmu pengetahuan untuk mengatasi masalah
mahalnya pupuk dan pakan ternak dari buku-buku ataupun penelusuran di internet, ia bertekad untuk membantu para petani dan peternak.
Dengan diperkenalkannya pupuk
organik cair serta pembuatan kompos dan dekomposer, petani salak pondoh petani mulai dapat lepas dari ketergantungan pada pupuk
kimiawi yang mahal. Hasil panen mereka membaik dan harga jualnya pun lebih
tinggi. Dengan ilmu-ilmu praktis yang
didapatkan dari buku, para petani dan peternak mulai tertarik untuk belajar
sendiri. Karena itu, di TBM Mata Aksara, buku-buku keterampilan dan pertanian
tersedia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Demikian juga dengan para ibu yang mempraktikkan buku-buku
keterampilan, seperti menghias hijab dengan payet atau mengkreasikan kain
flanel menjadi hiasan menarik di kaos anak-anak. Aktivitas itu membuat
buku-buku keterampilan diminati. Bahkan, dari para ibu tersebut ada yang bisa
mendapatkan penghasilan tambahan.
0 komentar:
Posting Komentar