Pages

Emul Mulyadi dan Sandri Susdiana - Membuat Desa Lebih Berharga

0 komentar


Koran Kompas, Sabtu 01 November 2014

Profil :

Emul Mulyadi 
♦ Lahir: Ciamis, Jawa Barat, 13 Januari 1981
♦ Pendidikan: SMAN 3 Tasikmalaya, Jawa Barat, lulus 2001

Sandri Susdiana 
♦ Lahir: Tasikmalaya, 19 Desember 1985
♦ Pendidikan: S-1 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung, lulus 2009

MIMPI berbagi bersama masyarakat membuat Emul Mulyadi (33) dan Sandri Susdiana (29) tak mudah menyerah. Kemandirian warga setempat yang terus berkembang menjadi semangat mereka.


Suasana memanas di siang hari pada bulan Juli 2012 sulit dilupakan Emul. Kayu bakar sudah dilemparkan oleh beberapa orang ke rumahnya di Desa Rajadatu, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sepercik api kecil mungkin cukup untuk membakar rumahnya. Itu melengkapi ancaman yang kerap datang kepadanya. Pemicunya adalah penolakan para warga terkait rencananya untuk membuat peternakan ayam petelur. Warga termakan hasutan oleh beberapa orang yang mengatakan, kandang ayam menimbulkan bau dan penyakit.

Namun, Emul tak menyerah. Dia melakukan pendekatan kepada warga, dia memastikan kandang akan rutin dibersihkan dari kotoran ayam. Kemudian kotoran itu akan dia gunakan untuk pupuk tanaman jagung. Yang menjadi salah satu makanan ayam. Dia juga menyampaikan, peternakan ayam tak sekadar mencari untung pribadi. Kecamatan Cineam di pilihnya karena di kawasan ini banyak lahan telantar. Selain itu, minimnya mata pencarian yang layak juga membuat banyak pemuda merantau ke kota meskipun tak punya bekal keahlian. Tekad kuat Emul itu berbuah hasil 8 bulan kemudian. Warga memberinya kesempatan. Bersama teman-temannya dalam komunitas wirausaha Sukapura Inc, dia membangun kandang ayam petelur berukuran 25X50 meter. Lalu lahan seluas 4hektar ditanam jagung olehnya. Belakangan, ikan lele dan ikan koi pun dipelihara.

Emul tak lupa janjinya pada warga. Dia mengajak warga untuk terlibat dalam usaha ini, mulai dari pembangunan kandang hingga transfer ilmu cara memelihara ayam yang baik. Pengetahuan itu di dapat selama 6 tahun bekerja pada perusahaan susu nasional sebagai konsultan nutrisi. Pengalaman itu membuat Emul leluasa berbicara tentang pentingnya kesehatan kandang. Usahanya berkembang, dari 800 ayam dapat dihasilkan sekitar 40 kilogram telur per hari. Karena keberhasilannya warga pun berminat dan tak sedikit dari mereka yang dulu menentang niatnya, lalu berbesar hati belajar memelihara ayam. Emul pun menyambut mereka, untuk menghemat modal, ia mempersilakan warga menggunakan kandang bersama. Petani penanam jagung dijamin hasil panennya akan dibeli. Sedikitnya 200 orang terlibat dalam memelihara ayam dan menanam jagung dan penghasilan mereka rata-rata Rp 1,5 juta per bulan atau 2X lipat daripada sebelumnya.

Lalu Emul mengajak teman semasa SMA nya yang bernama Sandri. Keinginan itu menguat saat Sandri menjadi peserta sarjana membangun desa, program dari Kementerian Pertanian. Ayam petelur dipilih karena bisa dinikmati hasilnya setiap hari. Setahun kemudian, Sandri melebarkan sayap wirausaha sosialnya di kampung halaman, Awipari, Kota Tasikmalaya. Dibantu lima pemuda setempat, dia membangun kandang ayam petelur, ladang jagung, dan penggilingan pakan. Sandri juga pernah ditolak warga yang khawatir dengan polusi udara dan air apabila kandang ayam berdiri di sekitar rumah mereka. 

Namun, ia berhasil memecahkan anggapan itu dengan kerja nyata. Usaha mereka tak selalu mulus. Tahun 2013, harga telur jatuh, simpanan uangnya pun menipis. Banyak pinjaman modal bagi warga yang ingin membuka usaha ayam dan jagung pun tak kembali.
Kerugian Sukapura Inc menyentuh Rp 1 miliar. Hal itu membuat mereka bingung. Setelah berembuk, personel inti Sukapura Inc mantap untuk bangkit. Mereka lalu menerapkan strategi baru. Salah satunya, mereka ketat mengatur lalu lintas uang dengan sistem lebih tertata. Seperti yang dia harapkan, omset usaha tetap terjaga. Uang yang sempat ludes dikumpulkan lagi. Paling penting, tidak menyerah. Kemauan warga yang mereka dampingi untuk belajar terus menjadi pemicu semangat. Mereka belum ingin berhenti dan tengah menggagas pengembangan ternak sapi perah. Desa tak lagi menjadi tempat yang mudah ditinggalkan, tetapi berharga untuk dibanggakan